Kamis, 23 Juni 2011

Kebahagiaan; Ilusi ataukah kenyataan?


Banyak orang yang bertanya-tanya tentang kebahagiaan, apakah ia berada di dalam menimbun kekayaan, atau mengumpulkan harta, atau membangun gedung dan istana?
Banyak manusia yang berpikir demikian, dia bahagia karena memiliki deposito di beberapa bank, Fulan bahagia karena memiliki rumah dan mobil.
Tetapi, tidak semua orang yang memiliki harta bahagia, sebab banyak para pemilik harta dan konglomerat yang hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan tiada putus selama mereka hidup di dunia, sebelum mereka pindah ke akhirat, mengapa? Karena mereka letih dalam:
1.        Mengumpulkan harta
2.      Menjaga dan mengembangkannya
3.       Gelisah dan takut kehilangan harta
Banyak orang yang memiliki mobil, tetapi ia merasa ketakutan! Apakah penyebab dari semua ketakutan dan kegelisahan ini? Ia adalah ketakutan akan harta, takut kalau-kalau pencuri datang dan mencurinya.
Jika demikian, dia hidup dalam kesengsaraan, dalam ketakutan, dalam kegelisahan, dalam kesusahan dan dalam kebingungan, bahkan dia tidak bisa tidur sepanjang malam. Ini adalah kejadian yang benar-benar terjadi, dapat dibuktikan dan dapat dilihat dengan mata kepala kita sendiri. Bahkan adakalanya harta merupakan sebab kebinasaan dan kenikmatannya.
Betapa banyak orang kaya yang dirampas atau dibunuh karena perdagangannya. Bahkan betapa banyak orang kaya terhalang untuk menikmati kelezatannya disebabkan karena hartanya! Kenudian betapa banyak orang yang memiliki harta hilang hartanya, lenyap kekayaannya disebabkan satu dan lain hal, sehingga dia menjalani sisa hidupnya dalam penderitaan dan kesengsaraan.
Misalnya Qarun yang kunci gudangnya tidak bisa dibawa kecuali oleh beberapa orang laki-laki yang kuat. Sebagian manusia menyangka dan mengira bahwa dia adalah manusia yang paling bahagia. Tetapi harta dan kekayaannya menjadi sebab kesengsaraan dan kecelakaannya:
Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke dlam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap adzab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). (Al-Qashash: 81)
Atas dasar itulah, perkataan Umayyah bin Khalaf dan orang yang semisalnya pada hari kiamat,”Hartaku sekali-kali tidak memberi menfaat kepadaku” (Al-Haqqah:28) adalah perkataan yang tidak mengada-ada. Seburuk-buruk harta adalah yang tidak memberi kecukupan sedikitpun kepada pemiliknya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar